Oleh: Jalal

If we pollute the air, water and soil

that keep us alive and well,

and destroy the biodiversity

that allows natural systems to function,

no amount of money will save us.”

– David Suzuki

Setiap tahun, tanggal 22 Mei diperingati sebagai International Day for Biological Diversity atau Hari Keanekaragaman Hayati Internasional. Pada tahun 2025, peringatan ini mengusung tema yang sangat relevan dan mendesak: “Harmony with nature and sustainable development“. Tema ini sudah seharusnya tidak diperlakukan sekadar sebagai slogan, melainkan sebuah panggilan universal untuk merenungkan kembali hubungan kita dengan alam dan bagaimana pembangunan yang kita jalankan dapat benar-benar selaras dengan kelestarian kehidupan di Bumi. Bagi Indonesia, negara yang diberkati dengan kekayaan keanekaragaman hayati luar biasa, tema ini sesungguhnya memiliki resonansi yang sangat dalam, dan menuntut perhatian serius dari semua pihak—dan buat saya, ini termasuk dan terutama sektor swasta.

Fondasi Kehidupan yang Sedang Terancam

Keanekaragaman hayati adalah fondasi kehidupan di planet ini. Ia mencakup jutaan spesies tumbuhan, hewan, jamur, dan mikroorganisme, serta ekosistem kompleks tempat mereka hidup, mulai dari hutan hujan tropis yang lebat, terumbu karang yang berwarna-warni, hingga lahan gambut yang unik dan padang rumput yang luas. Lebih dari sekadar kekayaan alam yang indah untuk dipandang, keanekaragaman hayati menyediakan berbagai layanan penting yang menopang kehidupan manusia dan kesejahteraan global.

Bayangkanlah udara bersih yang kita hirup; sebagian besar dihasilkan oleh tumbuhan melalui fotosintesis. Air bersih yang kita minum; disaring dan disimpan oleh hutan dan lahan basah. Pangan yang kita konsumsi; berasal dari berbagai spesies tumbuhan dan hewan yang telah dijinakkan maupun yang liar, serta disuburkan oleh tanah yang sehat yang kaya akan mikroorganisme. Obat-obatan yang menyembuhkan penyakit; banyak yang bahan aktifnya berasal dari tumbuhan dan hewan. Pakaian yang kita kenakan, bahan bakar untuk energi, hingga material untuk membangun tempat tinggal; semuanya bersumber dari alam yang kaya akan keanekaragaman hayati. Keanekaragaman hayati juga berperan vital dalam mengatur iklim global, mencegah bencana alam seperti banjir dan tanah longsor, serta menyediakan ruang untuk rekreasi, inspirasi budaya, dan penelitian ilmiah. Singkatnya, keanekaragaman hayati adalah jejaring kehidupan yang menopang eksistensi kita dalam segala aspeknya.

Namun, jaring kehidupan ini kini berada dalam ancaman serius. Laporan-laporan ilmiah global, termasuk dari Intergovernmental Science-Policy Platform on Biodiversity and Ecosystem Services (IPBES), secara konsisten menunjukkan bahwa laju kepunahan spesies saat ini jauh lebih tinggi dibandingkan rerata selama jutaan tahun terakhir. Kondisi keanekaragaman hayati global, termasuk di Indonesia, terus tergerus dengan kecepatan yang mengkhawatirkan.

Berbagai kegiatan manusia menjadi pendorong utama di balik krisis ini. Konversi lahan besar-besaran untuk pertanian monokultur seperti perkebunan, pemukiman, dan infrastruktur telah menghancurkan banyak habitat alami. Eksploitasi berlebihan terhadap sumberdaya alam, seperti penangkapan ikan yang tidak berkelanjutan, perburuan liar, dan penebangan hutan ilegal, mengurangi populasi spesies hingga ambang kepunahan. Polusi dalam berbagai bentuknya–dari limbah industri, plastik, hingga pestisida dan pupuk kimia–mencemari ekosistem darat dan air, meracuni organisme hidup, dan mengganggu keseimbangan ekologis. Perubahan iklim, yang sebagian besar disebabkan oleh emisi gas rumah kaca dari aktivitas manusia, mengubah pola cuaca, meningkatkan frekuensi dan intensitas bencana alam, serta memaksa spesies untuk beradaptasi dengan cepat atau musnah. Masuknya spesies asing invasif, yang seringkali terbawa oleh aktivitas manusia, juga memangsa spesies asli dan merusak ekosistem lokal.

Dampak dari hilangnya keanekaragaman hayati ini tidak hanya terbatas pada lingkungan alam. Manusia yang memang tinggal di alam sudah merasakan konsekuensinya dalam kehidupan sehari-hari. Penurunan populasi penyerbuk alami seperti lebah mengancam produksi pangan. Kerusakan hutan meningkatkan risiko banjir dan tanah longsor. Hilangnya terumbu karang mengurangi stok ikan dan mengancam mata pencaharian nelayan serta industri pariwisata. Munculnya penyakit-penyakit menular baru—masih ingat COVID yang menghentikan dunia di awal tahun 2020?—semakin sering terjadi seiring dengan hilangnya habitat alami yang memisahkan manusia dengan satwa liar. Krisis keanekaragaman hayati adalah krisis multidimensional yang mengancam ketahanan pangan, keamanan air, stabilitas iklim, kesehatan manusia, dan stabilitas ekonomi.

Menghadapi kenyataan pahit ini, menurut hemat saya, menjadi sangat jelas bahwa kita tidak bisa lagi hanya berdiam diri atau melanjutkan cara-cara lama yang merusak. Sangat penting, bahkan mendesak, untuk menghentikan laju kerusakan keanekaragaman hayati dan segera memulai upaya pemulihan. Ini membutuhkan perubahan fundamental dalam cara kita berinteraksi dengan alam, baik di tingkat individu, masyarakat, maupun dalam skala yang lebih besar, terutama di sektor ekonomi.

Peran Krusial Perusahaan

Di sinilah peran perusahaan, termasuk perbankan, menjadi sangat besar dan krusial. Sebagai motor penggerak ekonomi yang menggunakan sumberdaya alam yang signifikan, kegiatan operasional perusahaan memiliki dampak langsung maupun tidak langsung terhadap keanekaragaman hayati. Mulai dari penggunaan lahan, pengambilan air, emisi polusi, hingga pengelolaan rantai pasok, setiap tahapan dalam bisnis dapat berkontribusi pada kerusakan atau, sebaliknya, pada pelestarian keanekaragaman hayati.

Menghentikan kerusakan dan memulai pemulihan keanekaragaman hayati bukanlah sekadar tanggung jawab moral atau kepatuhan terhadap regulasi, meskipun keduanya penting.  Lebih dari itu, ini adalah investasi strategis yang membawa berbagai manfaat—operasional, reputasional, dan finansial—bagi perusahaan yang bersedia melaksanakannya dengan sungguh-sungguh.  Lembaga jasa keuangan seperti perusahaan investasi dan perbankan seyogianya memahami nilai strategis ini, bukan hanya untuk kebaikan dunia, melainkan juga untuk kebaikan bisnis perusahaan sasaran investasi dan pembiayaannya, dan pada akhirnya untuk diri mereka sendiri.

Secara operasional, perusahaan yang mengintegrasikan pertimbangan keanekaragaman hayati ke dalam proses bisnis mereka dapat mencapai efisiensi yang lebih besar. Misalnya, pengelolaan sumberdaya material yang berkelanjutan dapat mengurangi biaya operasional. Penggunaan bahan baku yang bersumber dari praktik ramah lingkungan dapat meningkatkan kualitas produk dan mengurangi risiko gangguan pasokan. Restorasi ekosistem di sekitar area operasional dapat menyediakan layanan ekosistem penting, seperti penyerapan air dan mitigasi banjir, yang mendukung kelancaran operasional. Selain itu, inovasi dalam praktik bisnis yang berkelanjutan dapat membuka peluang pasar baru dan menciptakan keunggulan kompetitif.

Dari sisi reputasional, perhatian terhadap kelestarian keanekaragaman hayati dapat secara signifikan meningkatkan nilai perusahaan di mata publik, konsumen, investor, dan pemangku kepentingan lainnya. Di era informasi yang serba terhubung, konsumen semakin sadar dan peduli terhadap dampak lingkungan dari produk dan layanan yang mereka gunakan. Perusahaan yang menunjukkan komitmen nyata terhadap pelestarian alam akan dilihat sebagai perusahaan yang bertanggung jawab dan etis, yang dapat membangun loyalitas pelanggan dan menarik talenta terbaik. Investor dan bank juga semakin memertimbangkan faktor Lingkungan, Sosial, dan Tata Kelola (Environmental, Social, and Governance atau ESG) dalam keputusan investasi dan pembiayaan mereka, dan kinerja perusahaan dalam hal keanekaragaman hayati menjadi indikator penting dari manajemen risiko jangka panjang dan keberlanjutan bisnis.

Pada akhirnya, manfaat finansial juga akan mengikuti.  Pengurangan risiko operasional dan rantai pasok dapat mencegah kerugian finansial akibat gangguan ekologis atau perubahan regulasi. Peningkatan efisiensi sumberdaya dapat menurunkan biaya. Reputasi yang baik dapat meningkatkan nilai merek dan pangsa pasar, selain dapat mengerek harga saham ke tingkat yang lebih tinggi. Selain itu, perusahaan yang proaktif dalam mengelola dampak keanekaragaman hayati akan lebih siap menghadapi potensi pajak atau denda terkait kerusakan lingkungan di masa depan. Berinvestasi dalam solusi berbasis alam (Nature-based Solutions, NbS), seperti restorasi ekosistem, bahkan dapat menciptakan nilai ekonomi baru melalui ekowisata atau perdagangan karbon.

Mengatasi Tantangan Pelestarian Keanekaragaman Hayati

Meskipun pentingnya peran perusahaan dalam pelestarian keanekaragaman hayati semakin diakui secara global, implementasinya di lapangan masih menghadapi berbagai tantangan. Beberapa hari belakangan di media sosial dan aplikasi pesan kita saksikan betapa lokasi-lokasi penambangan nikel di Sulawesi dan Raja Ampat terus menggerus kekayaan keanekaragaman hayati yang kita miliki.  Perdebatan yang saya baca kerap masih pada tahap apakah mereka memiliki izin operasi dari pemerintah.  Jelas, diperlukan upaya lebih keras dan kesungguhan dari perusahaan-perusahaan di Indonesia untuk tidak hanya mematuhi regulasi yang ada, tetapi juga melangkah lebih jauh dalam mengelola dampak operasional mereka terhadap keanekaragaman hayati.

Sudah saatnya perusahaan-perusahaan di Indonesia menyadari bahwa bisnis tidaklah dapat eksis dalam jangka panjang di tengah lingkungan yang rusak. Oleh karenanya, kelestarian keanekaragaman hayati bukanlah beban, melainkan prasyarat untuk keberlanjutan bisnis itu sendiri. Jadi, ini bukan tentang memilih antara keuntungan dan lingkungan, melainkan tentang bagaimana mencapai keuntungan secara bertanggung jawab dengan menjaga kelestarian lingkungan.

Ajakan ini saya tujukan kepada seluruh spektrum perusahaan di Indonesia, mulai dari korporasi besar hingga Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM). Setiap perusahaan, terlepas dari ukuran dan sektornya, memiliki jejak ekologis yang perlu dikelola. Langkah-langkah yang dapat diambil bervariasi, mulai dari yang sederhana hingga yang kompleks, namun semuanya membutuhkan komitmen dan tindakan nyata.

Perusahaan dapat memulai dengan melakukan penilaian dampak keanekaragaman hayati dari operasi mereka dan rantai pasoknya. Berdasarkan hasil penilaian ini, strategi dan rencana aksi yang jelas dapat dikembangkan untuk menghindari, meminimalkan, merestorasi, dan mengimbangi dampak negatif. Ini bisa mencakup adopsi praktik produksi yang lebih berkelanjutan, pengelolaan limbah yang lebih baik, penggunaan energi terbarukan, konservasi air, serta pengadaan bahan baku yang bertanggung jawab dan bebas deforestasi.

Lebih dari sekadar mengurangi dampak negatif, perusahaan juga dapat berperan aktif dalam upaya pemulihan keanekaragaman hayati. Ini bisa dilakukan melalui program restorasi ekosistem di sekitar area operasional atau di wilayah yang memiliki nilai konservasi tinggi, mendukung inisiatif konservasi masyarakat lokal, atau berinvestasi dalam projek-projek yang bertujuan untuk melindungi spesies terancam punah dan habitat kritis. Kemitraan dengan organisasi non-pemerintah, lembaga penelitian, dan pemerintah daerah juga dapat memperkuat upaya konservasi.

Transparansi dan akuntabilitas juga sangat penting. Perusahaan perlu secara terbuka melaporkan dampak dan upaya mereka terkait keanekaragaman hayati, baik melalui laporan keberlanjutan maupun saluran komunikasi lainnya yang lebih spesifik untuk kepentingan ini, seperti laporan yang direkomendasikan oleh Task Force on Nature-related Financial Disclosures (TNFD). Transparensi ini, menurut hemat saya, tidak hanya diperlukan untuk membangun kepercayaan para pemangku kepentingan, tetapi juga mendorong pembelajaran dan perbaikan yang berkesinambungan.

Pemerintah memiliki peran penting dalam menciptakan lingkungan yang kondusif bagi perusahaan untuk berkontribusi pada pelestarian keanekaragaman hayati, melalui regulasi yang jelas, insentif fiskal bagi praktik berkelanjutan, dan terutama melalui penegakan hukum yang tegas terhadap pelanggaran lingkungan. Namun, inisiatif dan kesungguhan dari sektor swasta itu sendiri adalah kunci.  Oleh karena itu, penapisan keputusan investasi dan pembiayaan berdasarkan dampak terhadap keanekaragaman hayati sangatlah diperlukan, terutama oleh lembaga jasa keuangan yang mau menunjukkan komitmen keberlanjutannya.

Hari Keanekaragaman Hayati Internasional 2025 ini dapat kita jadikan titik tolak untuk perubahan yang lebih signifikan. Bagi perusahaan-perusahaan di Indonesia, ini adalah kesempatan untuk menunjukkan kepemimpinan dan komitmen dalam menjaga warisan alam yang tak ternilai ini. Mengelola dampak terhadap keanekaragaman hayati bukanlah pilihan, melainkan keharusan demi keberlanjutan bisnis dan kesejahteraan seluruh generasi sekarang dan mendatang.  Perusahaan yang ingin eksis dalam jangka panjang niscaya menyadari bahwa mereka tak bisa menjadi lawan bagi keanekaragaman hayati, melainkan harus menjadi kawan, atau bahkan sahabat karibnya.

Dengan bersungguh-sungguh melangkah menuju harmoni dengan alam, perusahaan tidak hanya berkontribusi pada penyelamatan Bumi, tetapi juga membangun fondasi yang lebih kuat dan tangguh untuk masa depan bisnis mereka sendiri.  Masa depan yang regeneratif adalah masa depan di mana ekonomi berkembang seiring dengan melimpahnya kehidupan di Bumi.  Dan saya mengajak kita semua untuk bersama-sama mewujudkan visi ini.

–##–