Jakarta, 14 Januari 2025 – Pada 8 Januari 2025, Prof. Bambang Hero Saharjo selaku Guru Besar Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor dilaporkan kepada Polda Bangka Belitung oleh Ketua Umum DPP Pura Putri Tempatan (Perpat) Bangka Belitung. Prof. Bambang Hero dilaporkan atas keterangannya sebagai ahli dalam proses persidangan kasus korupsi timah yang melibatkan terdakwa Harvey Moeis.[1] Dalam persidangan, Prof. Bambang Hero menyampaikan bahwa kerugian lingkungan hidup dalam kasus korupsi tata niaga komoditas timah di WIUP PT. Timah Tbk dari tahun 2015–2022 mencapai Rp271.069.688.018.700,00, terdiri atas (a) biaya kerugian lingkungan atau ekologis sebesar Rp183.703.245.398.100,00; (b) biaya kerugian ekonomi lingkungan senilai Rp75.479.370.880.000,00; dan (c) biaya pemulihan lingkungan senilai Rp11.157.082.740.060,00.[2] Atas keterangannya, Prof. Bambang Hero dilaporkan atas dugaan tindak pidana Pasal 242 KUHP tentang pemberian keterangan palsu di atas sumpah.[3]

ICEL menyayangkan pelaporan pidana terhadap Prof. Bambang Hero atas keterangannya sebagai ahli di persidangan. ICEL memandang pelaporan ini tidak perlu diproses lebih lanjut. Pandangan ini berangkat dari beberapa poin penting. 

  1. Pemberian Keterangan Ahli di Persidangan adalah Bentuk Partisipasi Publik

Pemberian keterangan ahli di persidangan merupakan bentuk partisipasi publik yang dilindungi oleh peraturan perundang-undangan. Dalam konteks perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, UU PPLH mengatur bahwa masyarakat memiliki hak seluas-luasnya untuk berperan aktif, termasuk memberikan pendapat dan menyampaikan informasi dan/atau laporan.[4] Pelaporan Prof. Bambang Hero ke Polda merupakan bentuk dari SLAPP (Strategic Lawsuit against Public Participation), yakni proses hukum yang dilakukan untuk melawan partisipasi publik yang berdampak pada pembungkaman.

  1. Ahli Tidak Dapat Dituntut Pidana atau Digugat Perdata

Seorang ahli hanya berperan untuk membantu majelis hakim memiliki pertimbangan yang lebih komprehensif terhadap hal-hal yang sulit dipahami dalam memutus perkara. Keterangan ahli merupakan salah satu alat bukti yang sah di pengadilan berdasarkan Pasal 184 KUHAP, dimana dalam memutus perkara dibutuhkan paling tidak dua alat bukti yang sah. Oleh karenanya hakim tidak terikat dengan keterangan ahli. Sehingga, ahli tidak dapat diminta pertanggungjawaban hukum atas keterangannya, terlebih atas putusan majelis hakim.

  1. Ahli Dilindungi oleh Anti-SLAPP

Berdasarkan Pasal 66 UU PPLH, setiap orang yang memperjuangkan hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat tidak dapat dituntut secara pidana maupun digugat secara perdata.[5] Hal ini diperkuat oleh Pasal 58 ayat (2) huruf e UU No. 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan (P3H), yang secara eksplisit memberikan perlindungan hukum kepada ahli yang memberikan keterangan di persidangan.[6] Terakhir, Pedoman Jaksa No. 8/2022 juga menegaskan bahwa penyampaian keterangan di persidangan merupakan salah satu bentuk perbuatan memperjuangkan hak atas lingkungan hidup. Sehingga, pelaporan semacam ini harus dihentikan demi hukum.[7]

Oleh karena itu, ICEL meminta Polda Bangka Belitung untuk:

  1. Tidak melanjutkan laporan terhadap Prof. Bambang Hero dan menerbitkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3)
  2. Mengimplementasikan mekanisme Anti-SLAPP sebagaimana diatur dalam Pasal 66 UU PPLH dengan melakukan penghentian penyidikan demi hukum; dan
  3. Menyatakan secara publik bahwa kedudukan Prof. Bambang Hero sebagai ahli yang dalam kapasitasnya memberikan keterangan di persidangan merupakan bentuk partisipasi publik dan dilindungi oleh hukum sehingga perkara tidak dapat dilanjutkan.

Narahubung:

Indonesian Center for Environmental Law (ICEL), info@icel.or.id, 081382777068

[1] Afdhalul Ikhsan dan Eris Eka Jaya, “Sikap IPB soal Guru Besar Bambang Hero yang Dipolisikan dalam Kasus Harvey Moeis,” https://bandung.kompas.com/read/2025/01/12/153220378/sikap-ipb-soal-guru-besar-bambang-hero-yang-dipolisikan-dalam-kasus-harvey, diakses 13 Januari 2025.

[2] Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Putusan No. 70/Pid.Sus-TPK/2024/PN.Jkt.Pst, Harvey Moeis melawan NKRI, hlm. 1176–1177.

[3] Nandito Putra, “Ormas Bangka Belitung Laporkan Bambang Hero, Dosen Hukum Pidana Sarankan Polisi Tolak,” https://www.tempo.co/hukum/ormas-bangka-belitung-laporkan-bambang-hero-dosen-hukum-pidana-sarankan-polisi-tolak–1193069, diakses 13 Januari 2025.

[4] Undang-undang Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, UU Nomor 32 Tahun 2009, LN Tahun 2009 No. 140 TLN No. 5059, sebagaimana diubah oleh UU Nomor 6 Tahun 2023 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 2 Tahun 2022 Tentang Cipta Kerja Menjadi Undang-undang, LN Tahun 2023 No. 41, TLN No. 6856, selanjutnya disebut UU PPLH sebagaimana diubah oleh UU CK, Ps. 70 ayat (1) dan (2).

[5] Ibid., Ps. 66.

[6] Undang-undang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan, UU No. 18 Tahun 2013, LN Tahun 2013 No. 130, TLN No. 5432, sebagaimana diubah oleh UU Nomor 6 Tahun 2023 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 2 Tahun 2022 Tentang Cipta Kerja Menjadi Undang-undang, LN Tahun 2023 No. 41, TLN No. 6856, selanjutnya disebut UU P3H sebagaimana diubah oleh UU CK, Ps. 58 ayat (2) huruf e.

[7] Pedoman Jaksa Agung tentang Penanganan Perkara Tindak Pidana di Bidang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, Pedoman Jaksa No. 8 Tahun 2022, hlm. 13.