Jakarta, 21 Oktober 2024 – Prabowo–Gibran telah resmi menjabat sebagai Presiden dan Wakil Presiden Indonesia periode 2024-2029. Dalam pidato kepresidenan yang berlangsung di Gedung DPR RI pada 20 Oktober 2024, Prabowo Subianto menyampaikan beberapa agenda strategis yang akan menjadi fokus pemerintahan baru. Sayangnya, dalam pidatonya Prabowo Subianto sama sekali tidak menyampaikan pentingnya upaya perlindungan lingkungan. Di tengah tiga krisis planet bumi yakni pencemaran lingkungan hidup, krisis iklim, dan hilangnya keanekaragaman hayati, ICEL menggarisbawahi setidaknya 4 (empat) catatan yang perlu menjadi perhatian Pemerintahan Prabowo–Gibran.
Pertama, agenda ketahanan pangan dan bioenergi perlu untuk mengacu pada sains serta prinsip-prinsip hukum lingkungan. Pada Pemerintahan Prabowo–Gibran program food estate akan terus dilanjutkan dengan target tambahan luas panen tanaman pangan seluas minimal 4 juta hektare sampai pada tahun 2029, di antaranya rencana food estate seluas 2.29 juta hektare di Merauke. Secara historis, pelaksanaan program lumbung pangan skala besar sejak era Presiden Soeharto hingga Presiden Joko Widodo sering kali tidak berjalan maksimal untuk membantu ketahanan pangan namun justru meninggalkan dampak sosial dan lingkungan hidup, seperti hilangnya tutupan hutan dan akses masyarakat terhadap tanah dan sumber daya alam. Selain itu, ambisi program Biodiesel (B50) serta Ethanol (E10) untuk energi juga berpotensi mendorong ekspansi lahan dan konversi hutan. Studi LPEM FEB UI (2020) memproyeksikan seluas 9,29 juta hektare lahan sawit baru akan dibutuhkan dalam implementasi program B50. Oleh karenanya, Pemerintahan Prabowo–Gibran perlu untuk secara mendalam menganalisis dampak dari pembukaan lahan untuk agenda ketahanan pangan dan bioenergi terhadap krisis iklim dan hilangnya keanekaragaman hayati, berdasarkan ilmu pengetahuan dan prinsip-prinsip hukum lingkungan.
Kedua, pemerintahan Prabowo–Gibran harus menunjukkan komitmen kuat mendukung terwujudnya transisi energi berkeadilan untuk mengatasi dampak krisis iklim. Pidato Prabowo Subianto menekankan pemanfaatan batubara untuk tujuan swasembada energi. Data dari Climate Action Tracker (CAT) menyatakan emisi Indonesia meningkat 21% di tahun 2022 akibat operasi PLTU dan diperkirakan akan mencapai 400 MtCO2 di tahun 2030. Tingkat emisi tersebut akan secara signifikan berkontribusi melampaui target suhu 1.5°C.
Padahal, studi TransitionZero juga membuktikan bahwa pemensiunan PLTU Indonesia lebih ekonomis karena dapat menghemat anggaran 15.6 – 51.7 miliar USD sehingga membuka ruang fiskal untuk agenda pembangunan strategis lain seperti pengembangan energi terbarukan. Sejalan dengan itu, studi yang dilakukan oleh Institute for Essential Service Reform (IESR) menunjukkan bahwa untuk sejalan dengan 1.5°C, Indonesia harus menurunkan 46% kapasitas PLTU yang ada pada tahun 2030 dan menghentikan penggunaan PLTU pada tahun 2040–2045. Dengan demikian, sudah seharusnya pemerintahan baru fokus pada percepatan pemensiunan dini PLTU serta transisi ke energi terbarukan dengan mengembangkan berbagai paket kebijakan dan regulasi pro energi terbarukan. Potensi energi terbarukan Indonesia yang mencapai 3.686 GW semakin memperkuat urgensi perubahan kebijakan menuju energi bersih dan berkelanjutan.
Selain PLTU, Pemerintahan Prabowo–Gibran juga perlu berkomitmen untuk melakukan moratorium izin pertambangan batubara dan melakukan perbaikan tata kelola pertambangan, salah satunya dengan melakukan audit terhadap izin-izin pertambangan batubara eksisting. Tambang batubara Indonesia menghasilkan 58 juta ton CO2e setiap tahunnya dan berkontribusi menempatkan Indonesia sebagai penghasil metana terbesar ke-8 di dunia.
“Menjadikan batubara sebagai opsi swasembada energi Indonesia dikhawatirkan bersifat kontradiktif terhadap komitmen iklim Indonesia. Mulai hari ini, pemerintah harus fokus pada percepatan pemensiunan dini PLTU dan melakukan audit terhadap izin pertambangan batubara eksisting agar komitmen Indonesia dalam menghadapi krisis iklim dapat tercapai.” ujar Syaharani, Plt. Kepala Divisi Tata Kelola Lingkungan dan Keadilan Iklim.
Tidak hanya itu, komitmen Prabowo–Gibran terhadap energi terbarukan juga berfokus pada sumber energi yang jika tidak dipagari dengan perlindungan lingkungan dan HAM, secara historis telah terbukti menimbulkan berbagai konflik dan kerugian bagi masyarakat. Pengembangan PLTA skala besar seperti Kayan dengan kapasitas terpasang 9 GW akan menenggelamkan 6 desa dan mengancam perlindungan keanekaragaman hayati akibat pembukaan hutan untuk bendungan. Sayangnya, banyak dari proyek-proyek ini juga akan menerima kemudahaan perizinan karena mengemban status sebagai Proyek Strategis Nasional. ICEL berpendapat pemerintahan Prabowo–Gibran perlu segera mempercepat transisi ke energi terbarukan dan juga memenuhi strandar rambu-rambu sosial dan lingkungan yang ketat dalam pengembangan energi.
Ketiga, hilirisasi harus sesuai dengan rambu-rambu lingkungan dan sosial. Dalam pidatonya, Presiden Prabowo Subianto juga menempatkan hilirisasi komoditas sebagai agenda strategis untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Program hilirisasi pada masa pemerintahan Presiden Joko Widodo terutama pada industri nikel, membawa dampak pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup di sekitar lokasi smelter nikel di beberapa tempat seperti Provinsi Maluku Utara dan Provinsi Sulawesi Tengah.
ICEL mencatat bahwa proses hilirisasi sebagian besar masih menggunakan energi batubara dari PLTU Captive. Sebanyak 76% PLTU Captive di Indonesia digunakan untuk hilirisasi komoditas metal khususnya nikel. Oleh karenanya, pemerintahan ke depan perlu untuk melakukan moratorium izin terhadap PLTU Captive yang belum dibangun dan meningkatkan pengawasan serta penegakan hukum bagi PLTU Captive yang saat ini beroperasi. Bagi PLTU Captive yang saat ini beroperasi pemerintahan dapat meminimalisir dampak lingkungan yang ditimbulkan oleh PLTU tersebut dengan memperketat baku mutu emisi dari PLTU Captive. Selain itu perlu dipastikan bahwa di sekitar wilayah smelter, tersedia alat pemantauan kualitas lingkungan yang datanya dapat diakses oleh masyarakat agar masyarakat juga dapat memastikan ketaatan dari industri smelter. Di sisi lain, pemerintah juga perlu mendorong agar industri smelter tidak lagi menggunakan PLTU sebagai sumber energi, melainkan menggunakan energi terbarukan.
Terakhir, ICEL menyoroti absennya komitmen terhadap perbaikan kualitas demokrasi Indonesia dan jaminan terhadap ruang sipil. Indonesia mengalami penurunan dalam indeks demokrasinya berdasarkan dari beberapa lembaga riset dengan skor 6,53 yang menempatkan negara ini dalam kategori flawed democracy menurut data dari The Economist Intelligence Unit. CIVICUS mencatat beberapa bentuk penyempitan ruang sipil, khususnya dalam pemenuhan hak untuk berkumpul secara damai.
“Tanpa komitmen kuat terhadap jaminan atas ruang partisipasi, Indonesia akan semakin menjauh dari demokrasi yang inklusif. Tren peningkatan represivitas dan kriminalisasi memerlukan perhatian mendesak. Pemerintah harus melindungi hak para pejuang lingkungan dan masyarakat sipil yang menyuarakan keresahannya.” ujar Bella Nathania, Plt. Deputi Direktur bidang Program ICEL.
Jaminan atas ruang partisipasi dalam agenda pembangunan dan perlindungan partisipasi masyarakat melalui pembentukan Undang-Undang Partisipasi Publik menjadi krusial untuk memastikan demokrasi yang sehat dan ruang sipil yang inklusif. Keadilan lingkungan hanya dapat diwujudkan dengan perbaikan kualitas demokrasi yang memungkinkan masyarakat terlibat aktif dalam proses pengambilan keputusan terkait pengelolaan sumber daya alam. Upaya pembangunan harus selaras dengan prinsip keberlanjutan, sehingga tidak hanya mengutamakan kepentingan ekonomi sesaat, tetapi juga menjaga keseimbangan ekosistem, peningkatan kualitas hidup, dan menjamin pemenuhan keadilan antar generasi.
Kini, saatnya para pemimpin menunjukkan keberpihakan nyata untuk menghadapi tiga krisis Planet Bumi. Komitmen untuk menjaga batas kenaikan suhu global di angka 1,5°C harus diwujudkan dengan langkah konkret dari Pemerintahan Prabowo–Gibran.
Narahubung:
Indonesian Center for Environmental Law (ICEL), info@icel.or.id, 081382777068.
Leave A Comment