Oleh: Asikin Chalifah *
Belakangan ini marak dibahas dalam seminar-seminar tentang kehilangan dan pemborosan pangan (food loss and food waste/FLW). Baik yang diinisiasi oleh pemerintah melalui kementerian/lembaga terkait maupun oleh swasta.
Penanganan FLW memang penting, mengingat dari 25 negara di dunia, Indonesia menghasilkan timbulan FLW terbesar kedua setelah Arab Saudi, yakni 300 kg/kapita/tahun. Kajian Bappenas (Badan Perencanaan Pembangunan Nasional) memperlihatkan hasil yang lebih kecil, yakni 115 kg-184 kg/kapita/tahun selama tahun 2000-2019, dengan timbulan terbesar terjadi pada tahap konsumsi yakni 5-19 juta/ton.
Kerugian yang diakibatkan dari timbulan FLW Indonesia pada tahun 2000-2019 diperkirakan sebesar Rp213-551 triliun/tahun atau setara dengan 4-5 persen Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia. Sedangkan jumlah orang yang dapat diberi makan dari kehilangan kandungan gizi (energi) dari FLW pada tahun yang sama adalah sebanyak 61-125 juta orang atau 29-47 persen dari populasi penduduk Indonesia.
Dari timbulan FLW ternyata masih banyak bahan pangan atau makanan yang masih layak untuk dikonsumsi yang berpotensi terbuang. Timbulan FLW yang masih layak untuk dikonsumsi umumnya bersumber dari bahan pangan atau makanan yang tidak terjual karena berbagai hal, misalnya: makanan mendekati kadaluwarsa serta sisa bahan pangan atau makanan berlebih yang berasal dari lahan pertanian, berbagai kegiatan pertemuan, katering, resepsi serta dari hotel, restoran dan kafe (horeka).
Terinspirasi dari pemborosan bahan pangan atau makanan yang sangat besar ini dan masih banyaknya masyarakat yang miskin, rawan pangan dan menderita gizi buruk (stunting), beberapa pegiat, pemerhati dan praktisi kelestarian lingkungan menginisiasi penumbuhan dan pengembangan bank pangan (food bank) diantaranya adalah Garda Pangan dan Food Cycle.
Apa peran dari para pengelola bank pangan atau food bank ini? Peran dari pengelola bank pangan atau food bank selama ini sangat beragam. Diantaranya adalah menjembatani antara produsen bahan pangan atau makanan dengan masyarakat yang membutuhkan secara langsung.
Selain itu, para pengelola bank pangan (food bank) juga seringkali melakukan kegiatan pemilahan, penyimpanan dan pengolahan bahan pangan atau makanan terlebih dahulu, sebelum kemudian disalurkan pada masyarakat yang membutuhkan.
Melihat peran penting dari bank pangan (food bank) ini, penting untuk menjadi perhatian bersama dan mendorong gerakan-gerakan berbasis kepedulian masyarakat untuk mengembangkan bank pangan (food bank) di berbagai bidang dan daerah, terutama di kota-kota besar.
Tidak tertutup kemungkinan bank-bank pangan juga menggandeng lembaga yang memiliki kemiripan peran seperti Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS), industri perhotelan dan pariwisata atau hospitality industry serta supermaket/toko ritel khusus untuk menampung dan menyalurkan bahan pangan atau makanan yang masih layak konsumsi.
Dengan kerja sama dan peran multipihak dalam penanganan FLW, diharapkan dampak buruk dari FLW dapat dikendalikan, terutama yang terkait dengan limbah pangan yang menghasilkan peningkatan emisi gas rumah kaca (GRK) – baik metana atau CO2 – yang akan memicu terjadinya perubahan iklim global dan berpengaruh pada produksi pertanian.
–##–
KASONGAN, Bantul, Yogyakarta, 8 April 2022
* Asikin Chalifah adalah Ketua DPW PERHIPTANI Daerah Istimewa Yogyakarta dan Pembina Rumah Literasi (RULIT) WASKITA, Kedungtukang, BREBES.
Leave A Comment