Oleh: Swary Utami Dewi *

Dua piring pisang goreng khas Ternate tersaji di meja papan. Bukan pisang goreng biasa. Tapi diolah dari pisang yang belum matang. Pisang dipotong agak tipis, meski tidak setipis kripik pisang. Saat dimakan, pisang goreng ini rasanya gurih dan renyah. Kriuk-kriuk terdengar di telinga saat menyantapnya. Pisang ini merupakan salah satu hasil kebun agroforestri di Kelompok Usaha Perhutanan Sosial (KUPS), yang merupakan bagian dari Lembaga Pengelola Hutan Desa (LPHD) Buku Manyeku. LPHD ini mendapat akses legal hutan desa sejak 2017 dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). Mereka mengelola hutan desa seluas 80 ha yang ada di kawasan hutan di lingkup Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) Ternate Tidore.

Tidak hanya pisang goreng kriuk yang didapatkan di pagi jelang siang itu, 12 November 2020. Ada pula sajian sambal sebagai teman pisang goreng. Pisang goreng dicocol ke sambal. Bahan baku sambal, yakni cabai dan tomat, juga berasal dari area agroforestri LPDH. Sebagai minuman, tersaji teh, kopi rempah dan kelapa muda. Salah satu bahan rempah untuk kopi, yakni cengkeh, juga diperoleh dari kebun masyarakat desa. Demikian pula kelapa mudanya.

Agroforestri memang merupakan kegiatan utama yang sudah lama digeluti oleh masyarakat yang mengampu Hutan Desa di Kelurahan Dorari Isa, Kecamatan Pulau Hiri, Kota Ternate. Meski merupakan kelurahan, Dorari Isa menurutku lebih nampak sebagai desa. Mungkin karena letaknya relatif dekat dengan Ternate maka Kelurahan di Kecamatan Pulau Hiri ini menjadi bagian administratif Kota Ternate.

Perlu diketahui, Kota Ternate berada di Pulau Ternate, sementara Kecamatan Pulau Hiri, termasuk Kelurahan Dorari Isa, ada di Pulau Hiri. Dari penyeberangan Sulamadaha di Kota Ternate menuju Pulau Hiri ditempuh dengan kapal kayu atau kapal motor. Jika menggunakan kapal motor memerlukan waktu 10 menit, sementara dengan kapal kayu 15 menit. Kapasitas penumpang untuk kedua kapal itu sama, maksimal 21 orang. Untuk kapal kayu, per penumpang dikenai biaya Rp 8 ribu, sementara kapal motor Rp 10 ribu. Dua kapal ini rutin bolak-balik mengangkut orang, barang dan jika ada, beberapa kendaraan roda dua, khusus untuk kapal kayu. Jadi kurasa bak angkutan kota saja lalu lintas antara Ternate – Hiri ini. Bedanya ini di atas laut, di antara Laut Halmahera dan Laut Sulawesi.

“Karena diapit pertemuan dua laut, terkadang arus bisa cukup kencang,” tutur seorang penumpang. Aku dan dua teman dari Balai Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan (BPSKL) Maluku Papua, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) beruntung karena perjalanan kami menyeberang bolak-balik ditemani laut biru yang tenang. Dua kawan yang ada bersamaku adalah Kepala BPSKL, Yusup, beserta seorang staf balai, Nelson Kaimana.

Dari dermaga kecil Pulau Hiri menuju lokasi Hutan Desa Buku Manyeku bisa ditempuh dengan ojek motor. Dari dermaga, jalan ditempuh melingkar ke arah kiri dan melewati pemandangan laut yang menakjubkan. Laut nampak begitu biru sebiru-birunya. Di seberang nampak Gunung Gamalama, yang punggungnya menjadi Kota Ternate, berdiri tegak menjulang tinggi. Awan menutupi bagian tengah, sehingga puncak gunung bisa terlihat nyata dari Hiri. Sungguh menawan.

Sekitar 5 menit menyusuri pantai, mendadak ojek berbelok tajam mendaki. Terus naik ke atas berbelok-belok. Sekitar 10 menit kemudian tibalah kami di pondok kerja milik LPHD Buku Manyeku. Dan di sana sudah menanti Dahlan Tuniku, sang ketua LPHD dengan kaos loreng-loreng. Senyumnya mengembang menyambut kedatangan kami. Sesaat kemudian dua perempuan paruh baya menyapa. Sama ramahnya. Lalu dalam hitungan menit, keluarlah hidangan pisang goreng, sambal, kopi dan teh. Kelapa muda menyusul, sesudah seorang pemuda anggota kelompok memetik kelapa di kebun sekitar.

LPHD Buku Manyeku. Di sinilah aku berada. ‘Buku’ berarti gunung, dan ‘manyeku’ berarti di atas. Aku memang benar-benar hampir mendekati atas “gunung” (tepatnya bukit) yang ada di Hiri ini. Hamparan 80 ha luasan wilayah kelola LPHD memang meliputi punggung bukit hingga ke puncak. Oleh kelompok, dijalankan pola agroforestri. Tanaman keras, misalnya jabon, berpadu dengan pala, cengkeh dan kelapa yang memang sudah menjadi tradisi tanam masyarakat Maluku Utara. Lalu masyarakat juga menanam sayur-mayur (misalnya cabe dan tomat), tanaman rempah dan jamu (seperti sereh), tanaman buah (nanas, mete dan pepaya) dan beberapa tanaman lainnya. Sejauh mata memandang memang terlihat hamparan hijau terbentang di depan mata. Betul-betul subur untuk ukuran Pulau Hiri yang bertanah pasir.

LPHD Buku Manyeku kemudian mengembangkan kelembagaan dengan membentuk empat Kelompok Usaha Perhutanan Sosial (KUPS). Tujuannya tentu untuk mengembangkan usaha lestari dan ramah lingkungan berbasis agroforestri. KUPS pertama khusus kasbi atau singkong. Namanya Fomaku Waje, diketuai oleh seorang perempuan, Jurfa Umar. Lalu KUPS pengolahan nanas menjadi selai, kripik serta sirup, dimotori Rani. Ketiga, KUPS minyak atsiri dari cengkeh dan sereh. Ketuanya Juwita. Dan terakhir KUPS ekowisata, yang digawangi Taufik Ayub.

Dahlan, sang Ketua LPHD, memaparkan pemilihan fokus usaha pada empat bidang tersebut sesuai dengan potensi yang ada di wilayah kelola mereka. Untuk agroforestri adalah pada produk yang telah mampu dikelola masyarakat. “Cara tanam, pelihara dan panen tanaman yang memang kami sudah pahami, itulah yang kami kembangkan. Ada beberapa jenis, utamanya rempah-rempah yang memang sudah jadi tradisi tanam.di Maluku. Misalnya saja cengkeh. Tapi untuk pengolahan produk itu yang terus kami pelajari,” jelas Dahlan.

Apa yang disebut Dahlan sebagai “diolah” adalah menjadikan produk panen petani bisa ‘diubah’ menjadi minyak atsiri, selai (nanas), kripik, sirup dan sebagainya. Pendeknya, yang bisa diterima pasar alias layak jual. Aku menjadi lebih paham bagaimana olahan produk dari mentah menjadi produk jadi serta layak jual, ternyata sudah mampu dilakukan oleh beberapa KUPS yang ada di bawah LPHD Buku Manyeku. Juwita, yang merupakan Ketua KUPS minyak atsiri, misalnya, memberikan penjelasan tentang bagaimana cara mengolah cengkeh dan sereh menjadi minyak atsiri. “Misalnya, untuk menghasilkan minyak atsiri 450 ml, dibutuhkan 35 kg gagang cengkeh kering. Cengkeh tersebut harus yang bagus saat dipanen. Jemurnya betul-betul jemur kering.” Cukup panjang lebar penjelasan Juwita yang diamini juga oleh Jurfa Umar.

Aku memikirkan betapa berharganya hasil sulingan dari cengkeh ini. Betapa telitinya para perempuan ini menunggui tungku besar di depannya, yang tingginya setara dengan tinggi orang dewasa, untuk memastikan minyak atsiri yang dihasilkan adalah yang layak diterima pasar.

Semangat LPHD Buku.Manyeku dan 4 KUPS yang ada di dalamnya telah mendapat sambutan dan dukungan dari berbagai pihak. Balai PSKL Wilayah Maluku Papua, misalnya, memberikan alat ekonomi produktif seperti mesin pengolah nanas (menjadi selai dan sirup), mesin packaging (kemasan kedap udara), mesin potong singkong agar bisa jadi kripik, serta alat penyulingan cengkeh dan sereh. Selain itu berbagai bentuk pelatihan dan peningkatan kapasitas juga sudah diberikan seperti sekolah lapang, pendampingan penyusunan rencana kerja usaha, studi banding, serta berbagai pelatihan terkait.

Di tingkat pusat, Kementerian LHK juga memberikan dukungan melalui Bantuan Pengembangan Perhutanan Sosial Nusantara (Bang Pesona) untuk pembelian bibit mete dan sereh. Kementerian dan dinas terkait lainnya, misalnya pertanian, juga memberikan dukungan berupa pendampingan dan penyuluhan serta dukungan bibit yang diperlukan.

Buku Manyeku juga sudah mendapat dukungan dari suatu lembaga swadaya masyarakat dalam bentuk pemberian bibit, pelatihan serta praktik penggunaan pupuk organik. Pemerintah setempat, khususnya di tingkat kelurahan, juga memberikan dampingan dan pantauan penuh untuk kemajuan Buku Manyeku.

Ke depan, LPHD ini juga sedang berupaya untuk mewujudkan rencana ekowisata. Dalam hal ini, Buku Manyeku giat belajar dari pengelola ekowisata Kalibiru, Yogyakarta, yang selama ini sudah terkenal maju dalam ekowisata berbasis masyarakat. Sementara untuk agroforestri kegiatan peningkatan kapasitas dan mutu produk, serta upaya menjaring pasar ya ng lebih luas giat dilakukan. Buku Manyeku juga berencana untuk segera mendapatkan sertifikasi halal dan ijin dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) untuk produk-produknya.

–##–

* Swary Utami Dewi adalah Climate Reality Leader dan Anggota TP2PS, Tim Penggerak Percepatan Perhutanan Sosial.