Sebanyak 420 juta hektar hutan telah hilang sejak tahun 1990 akibat alih guna lahan. Data ini terungkap dalam laporan The State of the World’s Forests (SOFO) terbaru yang dirilis 22 Mei 2020 bersamaan dengan peringatan Hari Keanekaragaman Hayati Internasional.
Laporan yang disusun oleh Food and Agriculture Organization (FAO) bekerja sama dengan United Nations Environment Programme (UNEP) dan UN Environment Programme World Conservation Monitoring Centre (UNEP-WCMC) ini menyatakan, diperlukan aksi nyata untuk melindungi hutan yang terus terdeforestasi dan terdegradasi ini.
Hutan adalah rumah bagi keanekaragaman hayati di bumi. Hutan menyimpan 60.000 spesies pohon, 80% spesies amfibi, 75% spesies burung dan 68% spesies mamalia. Laporan ini menyatakan, walaupun laju deforestasi terus menurun dalam 10 tahun terakhir, 10 juta hektar hutan terus hilang setiap tahun akibat alih guna lahan untuk pertanian dan lainnya.
“Deforestasi dan degradasi hutan terus berlangsung dengan laju yang mengkhawatirkan. Inilah yang terus memicu hilangnya keanekaragaman hayati,” ujar QU Dongyu, Direktur Jenderal FAO dan Inger Andersen, Direktur Eksekutif UNEP, dalam pengantar laporan ini.
Hutan menutupi 31% permukaan bumi namun wilayahnya tidak tersebar secara merata. Sebanyak 49% hutan dunia masih relatif terhubung, dimana lebih dari 34% adalah hutan primer. Sebanyak 9% hutan dunia lokasinya terpisah, dengan sedikit atau tidak terkoneksi dengan hutan lainnya.
Hanya lima negara yang menguasai lebih dari separuh wilayah hutan dunia. Indonesia tidak termasuk. Negara-negara tersebut adalah Brazil, Kanada, China, Federasi Rusia dan Amerika Serikat. Sekitar 80% hutan dunia berlokasi di wilayah dengan luas lebih dari 1 juta hektar sementara 20% lainnya tersebar di 34 juta lokasi di seluruh dunia, kebanyakan dengan luas di bawah 1.000 hektar.
Ekpansi pertanian, untuk peternakan, perkebunan kelapa sawit dan kacang kedelai, terus menjadi pemicu deforestasi dan fragmentasi hutan.
Ancaman Kepunahan
Laporan SOFO ini juga menyatakan, perkembangan upaya mencegah kepunahan spesies berjalan lamban. Dari 60.000 spesies pohon yang telah diidentifikasi, lebih dari 20.000 spesies kini masuk dalam daftar merah IUCN atau International Union for Conservation of Nature (IUCN) Red List of Threatened Species. Sebanyak 8.000 spesies pohon terancam punah.
Populasi mamalia, amfibi, reptil dan burung di hutan dalam periode 1970 hingga 2014 telah berkurang 53% dengan angka penurunan sebesar 1,7% per tahun. Angka ini bersumber dari hasil monitoring 455 populasi hewan di hutan, yang terdiri dari 268 populasi mamalia, bersama dengan populasi amfibi, reptil dan burung. Temuan ini menggarisbawahi risiko kepunahan spesies pada masa datang.
Laporan ini menggarisbawahi, target keanekaragaman hayati Aichi untuk melindungi 17% daratan di bumi telah tercapai di 2020. Jumlah wilayah lindung telah mencapai 18% wilayah hutan dunia, dengan luas mencapai 700 juta hektar. Namun keberadaan wilayah lindung saja tidak cukup. Masih diperlukan kerja sama internasional untuk merestorasi dan memulihkan ekosistem, mengatasi perubahan iklim dan melindungi keanekaragaman hayati.
Krisis pandemi COVID-19 kembali menyadarkan dunia atas pentingnya upaya melindungi hutan dan mengelolanya secara berkelanjutan. Alasannya, tidak lain dan tidak bukan, karena kesehatan masyarakat sangat bergantung pada kesehatan ekosistem di bumi. Tak bisa diingkari.
Redaksi Hijauku.com
Leave A Comment