Strategi Efektif Membumikan SDGs

Bagi lapisan masyarakat awam, SDGs adalah istilah yang belum dipahami. Dr. Adi Budiarso menawarkan tiga rekomendasi strategi agar SDGs dapat membumi.

Oleh: Dr. Adi Budiarso *

Sustainable Development Goals  atau Tujuan Pembangunan Berkelanjutan beberapa tahun belakangan menjadi topik perbincangan hangat. Sebagai komitmen global dalam rangka pembangunan yang telah disepakati oleh semua negara anggota PBB, SDGs adalah penyempurnaan dari Millenium Development Goals (MDGs), yang telah berakhir pada tahun 2015. SDGs memiliki 17 tujuan dan 169 target yang harus dicapai setiap negara. Seluruh ruang lingkup yang menjadi sasaran SDGs tersebut diharapkan dapat tercapai secara tuntas pada tahun 2030.

Istilah Sustainable Development Goals (SDGs) mungkin populer di kalangan akademisi, praktisi, dan pemerintah. Namun, bagi lapisan masyarakat awam, SDGs adalah istilah yang belum dipahami. Kondisi seperti ini menunjukkan bahwa komitmen global yang dilahirkan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) belum sepenuhnya dimengerti. Bayangkan bagaimana skala prioritas dari pembangunan berkelanjutan bisa terwujud jika pemahamannya saja tidak merata. Pertanyaannya kini adalah apa strategi yang dibutuhkan untuk membumikan SDGs?

Berikut ini penulis menawarkan tiga rekomendasi strategi agar SDGs dapat membumi bagi orang awam. Bukan saja agar konsep-konsepnya dipahami dengan baik, namun juga agar setiap pihak dapat mengambil tindakan yang sesuai untuk mendukung pencapaiannya.

Pertama, Komitmen Pimpinan pada Perencanaan Strategis

Benjamin Franklin pernah mengatakan ungkapan yang sangat terkenal: If you fail to plan, you are planning to fail! Untuk membumikan SDGs, kita memulai dari perencanaan yang efektif. Jika menganalogikan SDGs dengan produk atau jasa komersial, maka strategi membumikan dapat disamakan dengan strategi market penetration (penetrasi pasar) yaitu meningkatkan penguasaan pasar melalui upaya-upaya pemasaran yang lebih besar. Strategi membumikan juga dapat disamakan dengan strategi market development (pengembangan pasar) yaitu memperkenalkan produk dan atau jasa komersial ke area geografis yang baru. Kedua strategi tersebut (market penetration and development) dapat disamakan dengan strategi membumikan SDGs.

Strategi market penetration sesuai untuk segmen pasar di mana konsep SDGs sudah diketahui namun belum dominan seperti institusi pemerintahan, korporasi, pendidikan, dan profesi. Sementara strategi market development untuk segmen pasar di mana konsep SDGs belum dikenal seperti unit usaha mikro kecil dan menengah (UMKM), dan masyarakat awam.

Strategi perencanaan tersebut juga harus didukung dengan strategi implementasi yang efektif yaitu dengan membuat roadmap (peta jalan) yang menggambarkan pentahapan aktivitas. Idealnya peta tersebut dibuat untuk jangka panjang mencakup lima tahun, jangka menengah mencakup tiga tahun, dan jangka pendek mencakup aktivitas setahun.  Dari peta jalan juga dituangkan workplan (rencana kerja) bulanan dan pekanan dan diturunkan sampai kegiatan harian.

Namun semua perencanaan strategis ini tiada artinya tanpa komitmen pimpinan di berbagai lini. Baik di tingkat pusat, daerah, dan berbagai level unit seperti kantor pemerintah, sekolah, universitas, perusahaan, dan lembaga masyarakat. Arahan dan monitoring yang jelas dan kuat dari para pimpinan tersebut akan menggerakkan semua sumber daya untuk mencapai upaya membumikan SDGs.

Kedua, Inklusif dalam Kemitraan

Karena besarnya jumlah pemangku kepentingan dan luasnya cakupan yang terlibat, maka strategi membumikan SDGs harus inklusif. Strategi inklusif yang baik yaitu dengan melibatkan berbagai institusi secara proporsional dan berkesinambungan. Dilakukan cascading dari pelibatan komitmen pimpinan ke level-level manajemen di bawahnya dan juga dengan pihak eksternal khususnya pihak konsumen dan investor. Partisipasi aktif dari konsumen (misalnya pemakai listrik) dan pihak investor dalam pengambilan keputusan strategis misalnya kebijakan energi terbarukan, akan sangat penting bagi upaya membumikan SDGs. Selain pemerintah, perusahaan, universitas, konsumen, dan investor, komunitas masyarakat juga diajak berperan antara lain organisasi sosial keagamaan dan lembaga swadaya dari dalam dan luar negeri untuk turut menyukseskan SDGs.

Terhadap segmen pasar yang sudah mengetahui konsep SDGs akan lebih mudah membangun strategi inklusif. Mereka sudah memiliki awareness (kesadaran) yang memadai. Yang diperlukan adalah mengajak mereka untuk berperan dalam membumikan SDGs secara spesifik: siapa melakukan apa, kapan, dan bagaimana pola koordinasinya.

Namun terhadap segmen pasar yang belum mengenal konsep SDGs, maka yang pertama kali dilakukan adalah memberikan pengenalan atas konsep SDGs dan apa keuntungannya bagi mereka untuk ikut membumikan SDGs. Jangan dilupakan segmen masyarakat yang marginal seperti organisasi difabel. Intinya dalam proses membumikan SDGs, we are leaving no one behind. Upaya diseminasi ini akan menghabiskan waktu, tenaga, dana, dan sumber daya manusia yang besar. Namun jika tidak dilakukan, maka akan besar sekali jumlah segmen yang tertinggal informasi dan strategi membumikan SDGs tidak akan berhasil.

Di sinilah poin inklusivitas menjadi relevan bagi strategi membumikan SDGs. Dengan mengajak sebanyak mungkin pihak, maka semakin luas segmen yang dapat dijangkau, dan dengan dana bersama. Diawali dengan segmen yang low hanging fruits (yang paling terjangkau) lalu beranjak ke segmen yang lebih sulit diakses. Secara bertahap, konsep SDGs dapat diketahui semua pihak dengan pooling resources (sumber daya bersama).

Strategi inklusif akan mampu menarik berbagai pihak di dalam dan luar negeri untuk ikut serta mendanai upaya membumikan SDGs. Jenis pendanaan yang digunakan tidak tunggal, tetapi variatif dengan memanfaatkan program hibah, donasi, dan bentuk bantuan lainnya.

Ketiga, Massif dalam Komunikasi Publik, Implementasi, dan Tata Kelola

Akhirnya, keberhasilan membumikan SDGs akan tergantung dari seberapa besar orang yang menerima dampaknya. Maka, strategi yang dieksekusi merupakan strategi yang massif. Masif dalam komunikasi publik, implementasi, melibatkan tata kelola yang baik, dan sinergi pusat daerah, lintas kementerian lembaga, dan berbagai elemen masyarakat. Dalam jumlah besar dan waktu yang singkat, semua segmen pasar dapat menerima informasi dengan mudah. Secara geografis, upaya membumikan SDGs secara menyeluruh harus sampai ke pelosok desa, tidak hanya menjangkau kawasan perkotaan saja. Secara unit organisasi, semua pihak merasa memiliki tujuan untuk membumikan SDGs dengan sebaik mungkin.

Strategi massif melibatkan multichannel (multi kanal) yang dapat menjangkau semua segmen pasar. Strategi ini dapat dilaksanakan relatif mudah dengan memanfaatkan teknologi informasi dan teknologi digital. Konten-konten mengenai SDGs dibuat menjadi customized (personalisasi) agar sesuai dengan level pengetahuan, ketertarikan, dan kepentingan masing-masing segmen pasar. Tentu saja konten SDGs untuk kalangan profesional tidak sama dengan konten untuk kalangan petani.

Agar upaya membumikan SDGs berjalan lebih massif, keberadaan figur untuk menjadi corong komunikasi publik dibutuhkan seperti influencer, youtuber, selebgram selain tokoh-tokoh masyarakat konvensional. Sehingga masyarakat awam dapat meresapi makna SDGs dan melaksanakannya sesuai dengan kapasitas mereka masing-masing.

Kesimpulannya adalah bahwa untuk membumikan SDGs, dibutuhkan komitmen pimpinan pada perencanaan strategis, kemitraan yang inklusif, dan masif dalam komunikasi publik, implementasi, dan tata kelola. Semoga tiga strategi tersebut berhasil membumikan SDGs di tanah air tercinta sehingga menghasilkan public awareness (kesadaran publik) sebelum meloncat pada pencapaian SDGs sebelum tahun 2030. Semoga!

–##–

* Dr. Adi Budiarso adalah Kepala Pusat Kebijakan Pembiayaan Perubahan Iklim dan Multilateral, Badan Kebijakan Fiskal, Kementerian Keuangan.

Exit mobile version