Menghadirkan Bumi yang Aman dan Adil

Umat manusia telah melampaui batas aman dan adil untuk empat dari lima sistem planet yang vital: perubahan iklim, biosfer, air tawar, penggunaan nutrisi di dalam pupuk, dan polusi udara.

Oleh: Jalal

People once believed the planet could always accommodate us. That the resilience of the Earth system meant nature would always provide. But we now know this is not necessarily the case. As big as the world is, our impact is bigger.”  Begitu kalimat-kalimat pembuka yang ditorehkan oleh Steven Lade dkk pada artikelnya di The Conversation yang terbit tanggal 1 Juni 2023 lalu.  Hari ini, 5 Juni 2023 diperingati sebagai Hari Lingkungan Hidup Sedunia atau World Environment Day, pesan itu terasa semakin penting.

Tema yang dipilih untuk Hari Lingkungan Hidup Sedunia kali ini sangatlah penting, yaitu Solutions to Plastic Pollution.  Plastik yang tadinya diciptakan untuk menjadi solusi banyak persoalan, kini menjadi sumber polusi yang sangat merepotkan.  Namun demikian, sangatlah penting untuk mengingat bahwa polusi, termasuk polusi plastik, hanyalah salah satu di antara persoalan yang dihadapi oleh umat manusia.  Secara umum, dan ini relevan untuk waktu kapanpun, persoalan lingkungan terpenting adalah bagaimana menghadirkan bumi yang aman dan adil buat seluruh penghuninya.

Lade dkk—terdiri dari 5 orang peneliti yang seluruhnya berasal dari Australia—menuliskan artikel ilmiah popular itu untuk membuat ide yang termuat dalam artikel ilmiah Safe and Just Earth System Boundaries lebih mudah dipahami oleh orang awam.  Artikel ilmiah ini terbit di jurnal Nature pada tanggal 31 Mei 2023, atau sehari sebelum artikel Lade dkk diterbitkan.  Lade dkk merupakan bagian dari 51 ilmuwan yang dipimpin oleh Johan Rockström, penulis pertama artikel tersebut, yang seluruhnya tergabung di dalam Earth Commission.

Artikel Rockström dkk mengidentifikasi delapan batas “aman” dan “adil” yang mencakup lima sistem planet yang vital: perubahan iklim, biosfer, air tawar, penggunaan nutrisi di dalam pupuk, dan polusi udara. Ini adalah pertama kalinya penilaian batas-batas planenari—yang telah dimulai sejak tahun 2009—mengukur kerugian bagi manusia dari perubahan pada sistem Bumi.  “Aman” berarti batas-batas yang menjaga stabilitas dan ketahanan sistem planet yang dapat diandalkan. Sementara, “adil” berarti batasan yang meminimalkan kerugian yang signifikan bagi manusia. Kedua ukuran itu kemudian dinyatakan sebagai barometer kesehatan Bumi.

Para ilmuwan itu menyatakan bahwa menilai kesehatan planet di mana kita tinggal adalah tugas yang sangat penting. Oleh karena itu, dibutuhkan keahlian dari puluhan peneliti terkemuka dunia dari berbagai cabang ilmu alam dan sosial. Setelah melakukan penelitian melalui pemodelan, tinjauan literatur, dan penilaian para ahli, mereka dapat menilai risiko titik kritis, penurunan fungsi sistem bumi, variabilitas historis, dan efek pada manusia.

Hasilnya benar-bener mengkhawatirkan.  Mereka menemukan bahwa umat manusia telah melampaui batas aman dan adil untuk empat dari lima sistem. Polusi aerosol, yang merupakan pendekatan dari kualitas udara, adalah satu-satunya yang belum terlampaui.  Sementara, empat lainnya sudah terlampaui.  Lade dkk menjelaskan lebih jauh lagi sebagai berikut:

Batas iklim: memertahankan pemanasan hingga 1 derajat Celsius di atas suhu masa praindustrial.  Batasan ini kemungkinan sangatlah mengagetkan banyak orang.  Sebagaimana yang dinyatakan di dalam Perjanjian Paris, target yang dikenal sekarang adalah peningkatan suhu sebesar 1,5℃ untuk menghindari risiko tinggi memicu titik kritis iklim yang berbahaya.

Tetapi, sebagaimana yang sedang kita saksikan sekarang, dengan pemanasan pada 1,2 derajat Celsius saja sudah banyak orang di berbagai penjuru dunia dilanda bencana terkait iklim, seperti panas ekstrem baru-baru ini di China, kebakaran di Kanada, banjir parah di Pakistan, dan kekeringan di Amerika Serikat dan Afrika.  Pada kenaikan hingga 1,5 derajat Celsius, ratusan juta orang bakal terkena suhu tahunan rerata lebih dari 29 derajat Celsius.  Suhu rerata seperti itu berada di luar relung iklim manusia dan dapat berakibat fatal.  Oleh karena itu diusulkan agar batas yang adil, bukan hanya aman, untuk iklim seharusnya mendekati 1 derajat Celsius.

Tentu saja, batas yang baru ini membuat kebutuhan untuk menghentikan emisi karbon lebih lanjut menjadi lebih mendesak.  Banyak pihak agaknya akan menyatakan bahwa sesungguhnya mencapai target Perjanjian Paris saja sudah sangat sulit, apalagi kalau tetiba dinyatakan bahwa batas aman dan adil sesungguhnya sudah terlampaui, dan penurunan emisi menjadi perlu lebih dalam dan urgen.  Tetapi, yang sangat penting untuk diingat adalah bahwa hambatan atas upaya penurunan emisi itu sesungguhnya adalah politik dan ekonomi, bukan teknologi atau yang lainnya.

Batas biosfer: memerluas ekosistem yang utuh hingga menutupi 50-60% Bumi.  Biosfer yang sehat sangat penting untuk memastikan planet yang aman dan adil dengan menjalankan beragam jasa ekosistem seperti penyimpanan karbon, penjagaan siklus air dan kualitas tanah, peelindungan atas proses penyerbukan. Untuk melindungi jasa-jasa ini, menurut perhitungan Rockström dkk, sesungguhnya dibutuhkan 50 hingga 60% daratan dunia sebagai ekosistem alami yang utuh.

Penelitian terbaru menempatkan angka saat ini ada di antara 45 dan 50%, yang mencakup wilayah luas dengan populasi yang relatif rendah, termasuk sebagian Australia dan hutan hujan Amazon. Area ini sudah berada di bawah tekanan dari perubahan iklim dan aktivitas manusia lainnya.  Secara lokal, Bumi membutuhkan sekitar 20 hingga 25% dari setiap kilometer persegi pertanian, kota kecil, kota besar, atau bentang alam lain yang didominasi manusia untuk menampung sebagian besar ekosistem alami yang utuh.

Pada kenyataannya saat ini hanya sepertiga lansekap yang didominasi manusia yang memenuhi ambang batas tersebut.  Hal ini tentu saja merupakan tantangan yang tidak ringan, mengingat sebagian besar orang berpikir bahwa masih diperlukan, dan ada peluang, untuk terus membuka hutan dengan dalih pemenuhan kebutuhan pangan dan lainnya.  Peluang terbaik jelas ada pada pertanian dan kehutanan regeneratif, yang memenuhi beragam kebutuhan itu sambil membangun kesehatan ekosistem sebagaimana yang diperlukan oleh generasi mendatang.

Batas air tawar: memertahankan ketinggian air tanah, dan tidak menyedot sungai hingga kerontang.  Terlalu banyak air tawar adalah masalah, seperti yang ditunjukkan oleh banjir yang volume dan dampaknya belum pernah terjadi sebelumnya di Australia dan Pakistan. Sementara, terlalu sedikit air tentu juga menjadi masalah, dengan dampak kekeringan yang belum pernah terjadi sebelumnya, termasuk pada penurunan produksi pangan.  Begitu yang dinyatakan oleh Lade dkk.

Untuk mengembalikan keseimbangan sistem air tawar, mereka tegaskan, aturan praktisnya adalah menghindari pengambilan atau penambahan lebih dari 20% air sungai atau sungai dalam satu bulan, di dalam kondisi tidak adanya pengetahuan lokal tentang aliran lingkungan.  Saat ini yang terjadi adalah bahwa 66% luas daratan dunia telah berada pada batas ini, ketika arus dirata-ratakan sepanjang tahun.

Pemukiman manusia sangat jelas berdampak besar.  Kurang dari separuh populasi dunia tinggal di wilayah dengan aliran sungai yang melampaui batas.  Di sisi lain, air tanah juga digunakan secara berlebihan.  Saat ini, dalam data yang ditunjukkan Rockström dkk, hampir separuh daratan dunia mengalami ekstraksi air tanah yang berlebihan.  Tentu ini adalah problema yang tak mudah dipecahkan, kalau kita hanya melihat sisi permintaan dalam jangka pendek.  Dibutuhkan kesadaran bahwa volume, juga kualitas, air yang tepat itu sangatlah penting untuk menjaga kehidupan seluruh makhluk di Bumi.  Jadi, kita bisa tidak sekadar melihat urusan memenuhi kebutuhan generasi sekarang dan pada saat sekarang saja, melainkan benar-benar memikirkan air sebagai prasyarat kehidupan sepanjang masa.

Pembatasan pupuk dan nutrisi: mengurangi separuh limpasan dari pupuk.  Banyak di antara para petani di seluruh dunia sesungguhnya menggunakan pupuk secara berlebihan di lahan-lahan pertanian mereka.  Akibatnya, hujan menghanyutkan limpasan nitrogen dan fosfor ke aliran sungai dan lautan.  Dampak dari limpasan ini adalah ledakan alga, kerusakan ekosistem, dan penurunan kualitas air minum.  Demikian penjelasan Lade dkk.

Di sisi lain, banyak daerah pertanian di negara-negara miskin tidak memiliki cukup pupuk untuk memenuhi kebutuhan pertanian mereka.  Hal ini jelas tidak adil.  Sesungguhnya penggunaan nitrogen dan fosfor sekarang sudah berada pada dua kali lipat batas aman dan adilnya.  Jadi, secara umum pupuk memang perlu dikurangi di banyak negara, juga dikurangi limpasannya.  Sementara, di belahan dunia lain, di mana pupuk sebetulnya masih dibutuhkan untuk peningkatan produktivitas lahan pertanian, penggunaan pupuk masih dapat meningkat dengan aman.

Tentu saja, dengan batasan aman dan adil yang sudah terlampaui dua kali lipat, jumlah pupuk kimiawi dengan kandungan nitrogen dan fosfor besar itu sangat perlu untuk ditekan.  Pertanian berkelanjutan dengan input eksternal yang kecil, atau bahkan pertanian organik, sangatlah dianjurkan untuk bisa mengembalikan Bumi ke dalam ambang batasnya.  Sangat mungkin para petani di negara-negara berkembang bisa memberikan pengetahuan bahkan kebijaksanaannya kepada dunia soal bagaimana mencapai kondisi ideal pertanian berkelanjutan.

Batas polusi aerosol: mengurangi polusi udara berbahaya dan mengurangi perbedaan antar-wilayah.  Penelitian baru menunjukkan bahwa perbedaan konsentrasi polutan aerosol antara belahan Bumi di sebelah Utara dan Selatan dapat mengganggu pola angin dan monsun jika tingkat polutan terus meningkat. Artinya, polusi udara sebenarnya bisa merusak sistem cuaca.  Demikian pernyataan Lade dkk.

Publikasi Rockström dkk mencatat bahwa saat ini konsentrasi aerosol belum mencapai tingkat yang dapat menyebabkan perubahan cuaca. Tetapi, sebagian besar negara-negara di dunia telah terpapar polusi partikel halus tingkat berbahaya, yang dikenal sebagai PM 2.5, di udara, dan ini setidaknya menyebabkan sekitar 4,2 juta kematian per tahun.  Oleh karena itu, kita harus secara signifikan mengurangi polutan ini ke tingkat yang lebih aman, yaitu di bawah 15 mikrogram per meter kubik udara.

Jelas, kita sedang berhadap-hadapan dengan tugas kemanusiaan yang tidak ringan.  Namun, hanya dengan mengupayakan secara sungguh-sungguh saja kita bisa menatap wajah anak-anak dan generasi mendatang tanpa merasa malu dan bersalah.  Hanya dengan bersungguh-sungguh mengupayakan perubahan transformatif atas sebagaimana yang diuraikan di atas kita bisa menjadi—meminjam ungkapan Jonas Salk—nenek moyang yang baik.

Menutup artikelnya Rockström dkk menyatakan bahwa “Such transformations must be systemic across energy, food, urban and other sectors, addressing the economic, technological, political and other drivers of Earth system change, and ensure access for the poor through reductions and reallocation of resource use. All evidence suggests this will not be a linear journey; it requires a leap in our understanding of how justice, economics, technology and global cooperation can be furthered in the service of a safe and just future.”  Sungguh, kalimat-kalimat yang penting untuk direnungkan di Hari Lingkungan Hidup Sedunia ini, untuk kemudian diterapkan dalam setiap keputusan apapun yang kita ambil mulai sekarang, di sektor apapun kita bekerja.

–##–

One thought on “Menghadirkan Bumi yang Aman dan Adil”

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Exit mobile version