Oleh: Wahyu Eka Styawan *

Dunia berada pada titik kritis dalam upaya mencapai masa depan yang berkelanjutan, dan transisi menuju sumber energi yang bersih dan terbarukan berada di garis depan tantangan global ini. Mengacu pada pernyataan dari sekretaris jendral PBB Antonio Guttierez yang menyampaikan bahwa “The era of global warming has ended; the era of global boiling has arrived,” atau singkatnya era pemanasan global telah berganti menjadi pendidihan global. Hal ini memang bukan bualan belaka, sebab pernyataan Guttierez bersandar pada data yang tersaji, di mana akhir-akhir ini kita dihadapkan pada sebuah kompleksitas perubahan iklim, penipisan sumber daya, dan degradasi lingkungan.

Hal ini tampak dari pengamatan dari World Meteorogical Organization, jika suhu pada bulan Juli 2023 ini diperkirakan sekitar 1,5°C lebih hangat dibandingkan rata-rata suhu sejak pra-industri pada tahun 1850-1900, menurut Copernicus Climate Change Service yang dijalankan oleh the European Centre for Medium Range Weather Forecasting, mengatakan jika bulan Juli suhu meningkat sekitar 0,33°C lebih hangat dibandingkan bulan terpanas sebelumnya, yakni Juli 2019.

Pada konteks di Indonesia juga terjadi peningkatan suhu cukup signifikan, BMKG dalam berita terbaru mengatakan peningkatan suhu di Indonesia diperkirakan terjadi di hampir seluruh wilayah Indonesia pada periode 2020-2049 dan diperkirakan akan mencapai 1,3 derajat Celcius.

Dampaknya tidak main-main bencana iklim semakin sering ditandai dengan keberadaan peningkatan bahaya hidrometeorologi. Hampir di seluruh dunia terdampak, di Pakistan, China, Amerika hingga Eropa beberapa waktu lalu mengalami bencana iklim, dari banjir hebat, cuaca ekstrem sampai gelombang panas, korbannya hampir jutaan orang harus menjadi pengungsi, banyak di antaranya meninggal dunia, bahkan pasca itu kesulitan bangkit dalam hal ekonomi dan sosial. Situasi serupa pun juga terjadi di Indonesia, di mana saat ini kita tengah mengalami dampak dari krisis iklim, kala musim penghujan ancaman longsor dan banjir sangat tinggi, lalu saat musim kemarau, karhutla dan kekeringan mengancam.

Maka dari itu, memunculkan sebuah wacana yang mendorong kebutuhan akan solusi inovatif dan kepemimpinan yang berani semakin nyata, terutama pada generasi muda. Dalam konteks ini, peran kepemimpinan generasi muda dalam mendorong transisi menuju energi berkelanjutan sangatlah penting dan menjanjikan. Sebab mereka sendirilah yang mengalami era krisis iklim ini, di mana setiap hari adalah rasa was-was terbayang ancaman bencana iklim.

Mengembangkan Kepemimpinan Generasi Muda

Sebagaimana diutarakan dalam sebuah buku terbitan UNICEF berjudul “A young person’s guide to sustainable energy” di mana anak muda harus memiliki peran terkait mendorong energi berkelanjutan khususnya energi baru terbarukan. Buku yang berisi pengetahuan seputar energi serta beberapa panduan terkait bagaimana anak muda mengenal energi dan bertindak untuk mengupayakan energi yang berkelanjutan, melalui pengetahuan, inovasi dan teknologi.

Memang hal ini sangat berkaitan dengan situasi bahwa generasi muda pada dasarnya dikenal karena kreativitas dan pemikiran inovatifnya. Dalam transisi energi, di mana teknologi dan pendekatan baru sangatlah penting, memanfaatkan potensi kreatif generasi muda sangatlah penting. Mulai dari mengembangkan teknologi terobosan hingga merancang model bisnis berkelanjutan, para pemimpin muda dapat memberikan perspektif baru.

Di sisi lain, generasi muda harus didorong untuk mengisi ruang-ruang kosong pengambil kebijakan, melalui kreativitas dan inovasinya generasi muda dapat menjadi pemimpin muda yang nantinya memainkan peran penting dalam meningkatkan kesadaran tentang pentingnya transisi ke energi berkelanjutan. Melalui komunikasi dan advokasi yang efektif, mereka dapat memobilisasi masyarakat, menginspirasi tindakan, dan mendorong perubahan kebijakan. Dengan melibatkan rekan-rekan dan komunitasnya, para pemimpin muda dapat menciptakan gelombang besar dukungan terhadap inisiatif energi berkelanjutan.

Selain itu, dalam mengupayakan transisi energi yang sukses, maka membutuhkan tenaga kerja yang terampil dan berpengetahuan. Generasi muda dalam hal ini dapat didorong untuk berkontribusi dengan mempromosikan pendidikan dan pengembangan keterampilan di bidang energi terbarukan, efisiensi energi, dan praktik berkelanjutan. Dengan mendorong pendidikan STEM (Sains, Teknologi, Teknik, dan Matematika), mereka membantu membangun landasan bagi para pemimpin masa depan dalam ekonomi hijau.

Tidak cukup di situ generasi muda harus mengambil peran untuk memimpin proyek-proyek energi, hal ini akan menumbuhkan rasa kepemilikan dan tanggung jawab. Semisal dalam hal ini inisiatif tenaga surya komunitas, proyek efisiensi energi di sekolah, atau kampanye energi terbarukan lokal. Pada dasarnya proyek yang dipimpin oleh kaum muda menunjukkan kelayakan dan dampak solusi energi berkelanjutan di tingkat akar rumput.

Maka untuk menuju hal tersebut, selain penguatan dalam hal pendidikan, pelibatan mereka dalam sebuah proyek, hal terpenting lain adalah mendorong kolaborasi antara generasi muda dengan professional yang berpengalaman di sektor energi. Program bimbingan dapat memberikan panduan dan wawasan, membantu generasi muda agar dapat mengatasi tantangan dan belajar dari pengalaman masa lalu. Kolaborasi antargenerasi memastikan pendekatan holistik terhadap transisi energi, menggabungkan kearifan pengalaman dengan dinamisme generasi muda.

Terakhir, generasi muda yang tinggal di zaman serba terkoneksi mempunyai keuntungan dari keterhubungan melalui teknologi dan media sosial. Hal ini memungkinkan mereka untuk berkolaborasi secara global, berbagi ide, dan belajar dari berbagai perspektif. Dengan membangun kerja sama internasional, para pemimpin pemuda dapat berkontribusi pada pengembangan dan implementasi kebijakan energi yang efektif dan inklusif. Penting memang untuk mendorong pengetahuan, inovasi bahkan aksi, kolaborasi secara global sebagai jalan bagaimana ke depan generasi muda dapat mengambil alih kepemimpinan dalam transisi energi.

Kesimpulan

Transisi menuju energi berkelanjutan bukan hanya sekedar tantangan teknologi atau ekonomi, tetapi juga sebuah tantangan tentang kepemimpinan. Generasi muda harus didorong menjadi pemimpin muda dengan energi, semangat, dan komitmen mereka, terutama mempunyai posisi yang baik untuk mendorong transformasi yang diperlukan di masa depan yang berkelanjutan.

Dengan merangkul peran mereka dalam inovasi, advokasi, pendidikan, dan kolaborasi, generasi muda dapat memainkan peran penting dalam mengarahkan dunia menuju lanskap energi yang lebih bersih, ramah lingkungan, dan berkelanjutan. Saat kita memberdayakan dan berinvestasi pada kepemimpinan generasi muda saat ini, kita juga berinvestasi pada ketahanan dan keberlanjutan dunia di masa depan.

–##–

* Wahyu Eka Styawan  adalah Direktur Eksekutif Daerah WALHI Jawa Timur dan Periset Independen. Artikel ini adalah sebuah pengantar dalam seminar “Mengawal Realisasi Transisi Energi Berkeadilan di Jawa Timur” yang diadakan oleh FPCI