Denmark, Finlandia, Prancis, Italia, Yordania dan Inggris secara resmi bergabung dalam Koalisi Iklim dan Udara Bersih, Selasa lalu (24/7).
Koalisi internasional ini bertujuan untuk mengurangi polutan jangka pendek yang berbahaya bagi iklim, kesehatan dan pertanian. Selain keenam negara tersebut juga bergabung Stockholm Environment Institute yang menjadi lembaga riset pertama dalam koalisi ini. Jumlah anggota koalisi yang diluncurkan Februari lalu telah mencapai 21 anggota.
Koalisi yang dikoordinasikan oleh Program Lingkungan PBB (UNEP) ini berupaya mengurangi emisi karbon hitam, metana dan HFCs (hydroflurocarbons), yang merupakan gas-gas rumah kaca yang berbahaya.
Aksi cepat mengurangi emisi jangka pendek diperlukan guna mencegah kenaikan suhu bumi yang diperkirakan naik 0,5 derajat Celcius pada 2050. Langkah yang sama juga bisa mencegah jutaan kematian prematur dan hilangnya 30 juta ton hasil panen per tahun sebelum 2030.
Aksi koalisi ini melengkapi aksi negara di bawah UNFCCC (UN Framework Convention on Climate Change) dan aksi-aksi lain dengan target mengurangi emisi CO2.
Koalisi Iklim dan Udara Bersih ini kini dengan intensif membahas sejumlah inisiatif internasional guna mengurangi polutan-polutan berbahaya ini.
Inisiatif pertama adalah mengurangi emisi metana yang bersumber dari sampah. Sampah bertanggung jawab atas sepertiga polusi metana dunia. Metana adalah gas yang 20 kali lebih berbahaya dibanding CO2. Metana tidak hanya berbahaya bagi iklim dan tanaman namun juga bagi kesehatan manusia.
Koalisi akan bekerja sama dengan Global Methane Initiative, C40 Cities Climate Leadership Group dan Clinton Climate Initiative, untuk mengurangi emisi metana di perkotaan yang berasal dari tempat pembuangan sampah dan sampah organik diantaranya dari limbah makanan.
Inisiatif ini juga berencana membantu kota-kota dunia mengurangi praktik “open burning”, membakar sampah di tempat terbuka, yang menghasilkan emisi karbon hitam. Dalam setahun ke depan, koalisi juga akan bekerja sama dengan lebih dari 10 kota guna memerbaiki pengelolaan sampah, melalui perencanaan yang lebih komprehensif – termasuk menerapkan upaya daur ulang dan memroduksi kompos.
Inisiatif kedua adalah mengurangi polusi dari pabrik batu bata tradisional di negara berkembang yang menghasilkan asap beracun termasuk karbon hitam.
Koalisi akan membantu negara untuk beralih ke sistem dan teknologi pembakaran mekanis yang lebih efisien. Sebuah penelitian terbaru di India dan Vietnam menunjukkan, dengan memodernkan 35.000 pabrik batu bata di wilayah tersebut, mereka bisa mengurangi emisi karbon hitam hingga 40.000 ton atau setara dengan 27 juta ton emisi CO2.
Meksiko yang telah memperoleh pendanaan senilai US$1 juta dari Global Environment Facility akan memulai upaya memodernkan 20.000 pabrik batu bata tradisional pada September.
Inisiatif ketiga adalah mengurangi emisi karbon hitam dari mesin dan kendaraan disel.
Karbon hitam yang berasal dari kendaraan dan mesin disel tidak hanya berbahaya bagi kesehatan namun juga memicu mencairnya es di Antartika. Koalisi saat ini berupaya memromosikan penggunaan bahan bakar rendah sulfur, yang memungkinkan dipasangnya filter partikel dan karbon hitam pada kendaraan bermesin besar.
Program bernama Clean Fuels and Vehicles Partnership ini berada di bawah pengawasan Program Lingkungan PBB (UNEP). Program ini dulu mengampanyekan penghapusan timbel dalam bahan bakar.
Aksi keempat adalah menciptakan bahan pengganti HFC.
HFC saat ini semakin banyak dipakai di lemari pendingin, AC dan produksi busa menggantikan CFC yang merusak lapisan ozon. Namun sejumlah penelitian mengindikasikan HFC sebagai gas rumah kaca yang sangat berbahaya yang bisa menyumbang 3,5 – 8,8 Gigaton (Gt) emisi setara CO2 (Gt CO2eq) atau hampir setara dengan emisi sistem transportasi global yang diperkirakan mencapai 6-7 Gt per tahun.
Pengganti HFC yang lebih ramah lingkungan saat ini sudah banyak tersedia, demikian juga teknologi untuk mengurangi emisi HFC yang siap diterapkan.
Aksi kelima adalah mengurangi emisi di industri minyak dan gas.
Penguapan dan kebocoran minyak dan gas menyumbang lebih dari seperlima emisi metana yang dihasilkan manusia dengan nilai kerugian mencapai US$27-60 miliar per tahun. Jumlah kerugian dan kebocoran ini bisa dikurangi hingga sepertiganya dengan menggunakan teknologi dan praktik yang ada saat ini.
Membuang sisa minyak dan gas yang tidak terpakai melalui pembakaran (flaring) juga menimbulkan polusi karbon hitam. Saat ini sejumlah inisiatif tengah berlangsung untuk mengatasi masalah ini seperti Global Methane Initiative, program Natural Gas STAR International dan Global Gas Flaring Reduction (GGFR) Partnership.
Redaksi Hijauku.com
Leave A Comment